dilema
Rabu, 25 Mei 2011
Aku suka gayamu, cara berpakaianmu, bagaimana caramu berbicara padaku,
Sungguh aku menyukai dirimu
Namun, maaf, kamu terlalu sampah bagiku.
Memang kamu matahariku, memang kamu panutanku
Tapi apa yang bisa dipanut dari rongsokan sampah?
Sungguh ironis
Pertamanya, aku biasa saja
Lama-kelamaan, aku jatuh hati padamu
Lalu, kau buang aku
Namun, aku sadar, cintamu hanya sebatas pil penenang
Berarti mengejarmu sama saja mengejar sampah dan mencari putauw
Tapi tak tahukah kamu?
Aku terlalu mencintaimu
Sampai-sampai membencimu, rasanya aku tidak sanggup
Dan tak tahukah kamu? Puisi ini dikhususkan untukmu, kakandaku...
...terima kasih karena sudah membuangku ke suatu tempat bernama "Kegalauan", dimana kamu hanya sebatas ilusi dan tak bisa kuraih.
Sesungguhnya, aku ingin menangis, teringat ketika kamu bukan milikku lagi
Tapi salahkah aku yang menyimpan perasaan ini?
Seingin-inginnya aku menangis, tetap air mata ini tak kunjung keluar
Kenapa setiap aku ingin menangis, selalu hatiku yang tidak ingin?
Engkau bagaikan api,
Yang mampu menyulutkan petasan hatiku,
Hingga aku meledak-ledak layaknya petasan di Tahun Baru.
Engkau bagaikan anggur yang telah diperam ratusan tahun,
Dalam sekali teguk saja,
Kamu bisa membuatku mabuk dengan cintamu.
Engkau bagai segelas air, dan aku bunganya
Tanpa dirimu dan cintamu, aku sekarat
Entah kenapa, aku selalu kembali padamu,
Meski aku berusaha menjauh darimu
Apakah kamu sebegitu terikkah, kakandaku?
Katakanlah padaku, wahai kakandaku, katakan sejujurnya...
Apakah dirimu tak lagi memedulikanku?
Label: adhimas dhewa raditya, benci, galau, ulquiorra
taya;
21.30